KELOMPOK 3 :
·
Ana Mufidah (20213809)
·
Arif Setiawan Handoko (21213335)
·
Erlita Bebby Aprilianti (22213948)
·
Hasanah Yusriyah
(23213968)
·
Lola Bella Pertiwi (25213025)
·
Nurfita Handayani (26213658)
·
Retno Tri Rahmawati (27213456)
·
Tia Ayu Ningsih (28213878)
LATAR
BELAKANG KASUS
PT
Kereta Api Indonesia (PT KAI) terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian
laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan
investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah
pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data dalam
laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih
keutungan sebesar Rp 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih
rinci, perusahaan justru menderita kerugian sebesar Rp 63 Miliar.
Komisaris
PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan,
laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit
terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya
dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan untuk tahun 2004
diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil
audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum
disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus
Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit
oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan
adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut:
1.
Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun
tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai
pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat
ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan
dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan
yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar
Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa
dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat
penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
2.
Penurunan nilai persediaan suku cadang
dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi
tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap
selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan
nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang
seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
3.
Bantuan pemerintah yang belum ditentukan
statusnya dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan
penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan
dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.
4.
Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan
kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya
telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI
tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan
pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan publik
terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik.
Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT
KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan
publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa
oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan
publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktik.
Kasus
PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi
berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena
tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang
sangat menyesatkan.
Laporan
Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak
tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data
disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah
biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan
adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian.
Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari
informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK
sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan
kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan
kesalahan.
Profesi
Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan
masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para
akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting
karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak.
Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu
mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas
segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat
perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.
PEMBAHASAN
KASUS
1.
Kasus di atas merupakan Kasus Manipulasi
Laporan Keuangan PT KAI yang dilakukan oleh Manajemen PT KAI dan
Ketidakmampuan KAP dalam mengindikasi terjadinya manipulasi.
2. Analisis 5 Question Approach:
Ø Profitable
1.
Pihak yang diuntungkan adalah Manajemen
PT KAI karena kinerja keuangan perusahaan seolah-olah baik (laba Rp 6.9 M),
meskipun pada kenyataannya menderita kerugian Rp 63 M. Tidak tertutup
kemungkinan, pihak manajemen memperoleh bonus dari “laba semu” tersebut.
2.
Pihak lain yang diuntungkan adalah KAP
S. Manan & Rekan, dimana dimungkinkan memperoleh Fee khusus karena
memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian.
Ø Legal
1.
PT KAI melanggar Pasal 90 UU No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal “Dalam kegiatan perdagangan efek, setiap pihak
dilarang secara langsung maupun tidak langsung:
1.
Menipu atau mengelabui Pihak lain dengan
menggunakan sarana dan atau cara apa pun;
2.
Turut serta menipu atau mengelabui Pihak
lain; dan
3.
Membuat pernyataan tidak benar mengenai
fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar
pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada
saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan
kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi
Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.”
PT
KAI dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 107 UU No.8 Tahun 1995 yang menyatakan:
“Setiap
Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau
menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah,
mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang memperoleh
izin, persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik
diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
2. KAP S. Manan & Rekan melanggar
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP)
Ø Fair
Perbuatan manajemen PT KAI
merugikan publik/masyarakat dan pemerintah.
1.
Publik (investor); dirugikan karena
memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil
berdasarkan informasi keuagan PT KAI menjadi tidak akurat/salah.
2.
Pemerintah; dirugikan karena dengan
rekayasa keuangan tersebut maka pajak yang diterima pemerintah lebih kecil.
Ø Right
1.
Hak-hak Publik; dirugikan karena
investor memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil
menjadi salah/tidak akurat.
2.
Pemerintah; dirugikan karena pajak yang
diterima pemerintah menjadi lebih kecil.
Ø Suistainable Development
1.
Rekayasa yang dilakukan manajemen PT KAI
bersifat jangka pendek dan bukan jangka panjang, karena hanya menginginkan
keuntungan/laba untuk kepentingan pribadi/manajemen (motivasi bonus).
3. Prinsip Etika Yang Dilanggar:
Selain akuntan
eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan dalam hal pencatatan
laporan keuangan, akuntan internal di PT KAI juga belum sepenuhnya menerapkan 8
prinsip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan
yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas,
kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional,
dan standar teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang dilanggar antara lain :
a. Tanggung jawab profesi
Dimana
seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua
kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT KAI kurang bertanggung jawab
karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki
kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan
dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
b. Kepentingan Publik
Dimana akuntan harus
bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan
seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT KAI
diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanipulasi
laporan keuangan sehingga PT KAI yang seharusnya menderita kerugian namun
karena manipulasi tersebut PT KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu
saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT KAI. Karena, apabila kerugian tersebut
semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT KAI bisa tidak sanggup menanggulangi
kerugian tersebut.
c. Integritas
Dimana akuntan harus
bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT KAI
tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan
keuangan.
d. Objektifitas
Dimana akuntan harus
bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam
kasus ini akuntan PT KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi
laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada
di PT KAI.
e. Kompetensi dan kehati-hatian
professional
Akuntan dituntut harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini,
akuntan PT KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi
kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT KAI yang seharusnya menderita
kerugian namun dalam laporan keuangan mengalami keuntungan.
f. Perilaku profesional
Akuntan sebagai seorang
profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.
Dalam kasus ini akuntan PT KAI diduga tidak berperilaku profesional yang
menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatanlaporan keuangan, dan hal ini
dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
g. Standar teknis
Akuntan dalam
menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis
karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi
keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak
dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak
pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar
akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau
asset.
ANALISIS :
Etika
yang dianut oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) adalah Salah, karena mereka
menganggap penagihan pajak pada pihak ketiga yang tidak ditangani secara serius
dapat menimbulkan kekeliruan pencatatan hanya dikatagorikan sebagai perbedaan
presepsi dalam pecatatan pajak pihak ke-3.
Dipandang
dari sisi norma hukum sebagai sebuah badan usaha yang memiliki bagian yang
mencatat seluruh aktivitas keuangan, badan tersebut mempunyai hukum yang
berlaku dalam keaslian penyajian laporan keuangan. Karena kekeliruan yang
terjadi menimbulkan opsi dimasyarakat sebagai manipulasi laporan keuangan yang
bisa disebut juga pemalsuan penyajian laporan keuangan dan dapat di tindak
pidana penipuan.
Dipandang
dari sisi norma moral, PT Kereta Api Indonesia (KAI) harus mempunyai prinsip
yang tegas untuk mematuhi ajaran atau pedoman yang diterima secara umum dengan
mengikuti segala perbuatan, sikap, dan kewajiban demi kebaikan bersama dan nama
baik PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Faktor
– faktor yang mempengaruhi terjadinya pelanggaran
etika ini yaitu karena tidak adanya pedoman atau pengawasan yang sangat ketat,
serta prilaku individu yang tidak melaksanakan tugasnya dengan jujur. Selain
itu juga faktor lingkungan turut
berpengaruh dalam pelanggaran ini. Apalagi, kecurangan ini dilakukan bukan oleh
seorang individu, melainkan sekelompok orang yang mempunyai kepentingan yang
sama tanpa memikirkan apa yang dilakukannya itu dapat merugikan pihak lain.
Direktur
PT Kereta Api Indonesia (KAI) seharusnya menanggapi atau mengkoreksi lebih
lanjut mengenai semua akun dalam laporan keuangan untuk meminimalkan kekeliruan
dalam pencatatan laporan keuangan, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan
lebih baik dan akurat.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar